CIKARANG PUSAT – Hampir 90 persen tenaga pengajar sekolah di Kabupaten Bekasi telah mengakses Platform Merdeka Mengajar (PMM). Dengan platform edukasi tersebut, sekolah dapat mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara mandiri.
Hal tersebut dikatakan Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan setelah menggelar rapat bersama Plt Direktur Pendidikan Profesi Guru Kemendikbud, Temu Ismail dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi di ruang rapat Kantor Bupati Bekasi, Cikarang Pusat, pada Senin (29/08).
“Terkait implementasi, melihat persentas dari sekolah maupun guru yang telah mengaktifasi di PMM, kita masih di angka 90 persenan, masih ada 10 persen guru yang belum mengakses PMM,” ujar Pj Bupati Dani Ramdan.
Menurutnya, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam mengakses PMM tersebut. Di antaranya, terkendala dengan jaringan internet yang belum stabil dan juga masalah melek teknologi para guru.
“Penyelesaiannya akan kita dorong Diskominfosantik untuk bisa mendukung pelayanan internet di sekolah dan untuk guru yang belum melek tekologi diminta bantuan operator,” katanya.
Dani menjelaskan, sesuai arahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jika penerapan kurikulum merdeka tidak diwajibkan diimplementasikan di setiap sekolah. Hanya sekolah yang telah siap saja, baik dari sumber daya manusia dan sarana prasarananya yang bisa menerapkan kurikulum tersebut.
“Kalau kurikulum merdeka ini tidak wajib, bagi sekolah yang siap saja. Dan sekolah yang siap pun terbagi tiga kategori atau tiga level. Jadi disesuaikan dengan kesiapan sekolah, karena SDM dan sarana di sekolah itu berbeda-beda,” kata Dani Ramdan.
Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) sendiri terdiri dari tiga level, mulai dari Mandiri Belajar (level 1), Mandiri Berubah (level 2), sampai Mandiri Berbagi (level 3). Sekolah yang sudah berada di level kedua dan ketiga sudah mengubah struktur kurikulum mereka dan tercatat di data pokok pendidikan (Dapodik).
Meski begitu, kata Pj Bupati, kurikulum merdeka ini tidak bisa dipaksakan untuk diimplementasikan di sekolah yang belum memiliki kesiapan.
“Kalau dipaksakan juga akan menjadi beban sekolah, yang penting kualitas pembelajaran di setiap sekolah ada standar yang memang sama,” tandasnya. (Red)