Sejarah

Wilayah Kabupaten Bekasi dengan luas 1,484,37 km2 terdiri dari daratan dan pantai memiliki jumlah penduduk sekitar 2,8 juta jiwa yang tersebar di 23 kecamatan, 187 desa/kelurahan. Luas kawasan hutan mangrove sebesar 700 Ha dan memiliki 12 DAS besar maupun kecil. Selain kekayaan alam minyak bumi yang sedang di expolarasi oleh Negara, di wilayah Kabupaten Bekasi juga ada 3300 perusahaan skala besar baik PMA maupun PMDN yang menyerap sekitar 1 juta-an lapangan pekerjaan. Namun ternyata secara

geografis, geologis, hidrologis dan klimatologis Kabupaten Bekasi menurut Indeks Rawan Bencana yang dirilis oleh BNPB menduduki posisi 81 dari 400an Kabupaten/Kota di Indonesia.

Potensi bahaya bencana di Kabupaten Bekasi adalah banjir, kekeringan, puting beliung, longsor, kebakaran, kegagalan teknologi/ transportasi, wabah/ epidemi penyakit ( Avian Influenza, DBD dsb). Arus utama gejala alam sekarang adalah perubahan iklim, penanggulangan  bencana langkah-langkah dan perencanaannya dikaitkan dengan perubahan iklim. 75 % bencana di dunia terkait iklim.

Bencana dan perubahan iklim dipandang ancaman bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah. Sehingga Indonesia meninggalkan paradigma lama yang reaktif menuju preventif dan pengurangan resiko. Sesuai amanat UU No 24 tahun 2007 yang mengarah ke pro Disaster Risk Reduction. Ada 3 hal menjadi indikator: Kebijakan, program dan implementasi.

Seiring dengan era otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Bekasi menyadari bahwa keberhasilan pembangunan harus dijaga dan dikembangkan, sehingga semua hal yang dapat menjadi ancaman terhadap hasil pembangunan termasuk bahaya potensi bencana harus  diantisipasi dengan pembentukan kelembagaan setingkat Dinas, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang mempunyai tugas pokok menyiapkan kebijakan Pemda dalam penanggulangan Bencana, penguatan pelayanan kebencanaan kepada masyarakat,  pemberdayaan masyarakat terhadap bencana dan pengarusutamaan pembangunan dengan pengurangan resiko bencana pada tahun 2011.

Dengan berubahnya paradigma penanggulangan bencana dari tanggap darurat yang bersifat reaktif ke pengurangan resiko bencana (PRB) yang bersifat antisipatif, maka perlu adanya perubahan orientasi penanggulangan bencana ke arah yang lebih pro aktif dari mulai kebijakan, pembiayaan dan implementasi di lapangan. Berangkat dari persoalan ini, maka dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Bekasi perlu nomenklatur kelembagaan yang khusus menangani kebencanaan sehingga dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi pada tanggal 6 Agustus 2011.